Ibnu Sina merupakan dokter Islam yang terulung. Sumbangannya
dalam bidang pengobatan bukan saja diakui oleh dunia Islam tetapi juga
oleh para sarjana Barat. Nama asli Ibnu Sina ialah Abu Ali al-Hussian
Ibnu Abdullah. Tetapi di Barat, beliau lebih dikenali sebagai Avicenna.
Ibnu Sina dilahirkan pada tahun 370 Hijrah bersamaan dengan 980
Masihi. Pelajaran peringkat awalnya bermula di Bukhara dalam bidang
bahasa dan sastera. Selain itu, beliau turut mempelajari ilmu-ilmu lain
seperti geometri, logika, matematik, sains, fikih, dan pengobatan. Dia
seorang filosof dan ahli dalam bidang kedokteran.
Ibnu Sina mula menjadi terkenal selepas berjaya menyembuhkan penyakit
Putera Nub Ibn Nas al-Samani yang gagal diobati oleh dokter
yang lain. Kehebatan dan kepakaran dalam bidang pengobatan tiada
tolok bandingnya sehingga beliau diberikan gelar al-Syeikh al-Rais.
Kemasyhurannya melangkaui wilayah dan negara Islam. Bukunya Al Qanun fil Tabib telah diterbitkan di Rom pada tahun 1593 sebelum dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul Precepts of Medicine.
Dalam jangka masa tidak sampai 100 tahun, buku itu telah dicetak ke
dalam 15 bahasa. Pada abad ke-17, buku tersebut telah dijadikan sebagai
bahan rujukan asas di universitas-universitas Itali dan Perancis. Di
abad ke-19, bukunya masih dicetak ulang dan digunakan oleh para
mahasiswa kedokteran.
Ibnu Sina juga telah menghasilkan sebuah buku yang diberi judul Remedies for The Heart
yang mengandungi sajak-sajak pengobatan. Dalam buku itu, beliau
telah menceritakan dan menghuraikan 760 jenis penyakit bersama
dengan cara mengobatinya. Hasil tulisan Ibnu Sina sebenarnya
tidak terbatas kepada ilmu pengobatan saja. Tetapi turut merangkumi
bidang dan ilmu lain seperti metafisik, musik, astronomi, philologi
(ilmu bahasa), syair, prosa, dan agama.
Penguasaannya dalam pelbagai bidang ilmu itu telah menjadikannya
seorang tokoh sarjana yang serba boleh. Beliau tidak sekadar
menguasainya tetapi berjaya mencapai tahap zenith yaitu puncak
kecemerlangan tertinggi dalam bidang yang digelutinya.
Di samping menjadi zenith dalam bidang pengobatan, Ibnu Sina juga
menduduki ranking yang tinggi dalam bidang ilmu logika sehingga digelar
guru ketiga. Dalam bidang penulisan, Ibnu Sina telah menghasilkan
ratusan karya termasuk kumpulan risalah yang mengandungi hasil sastra
kreatif.
Perkara yang lebih menakjubkan pada Ibnu Sina ialah beliau juga
merupakan seorang ahli falsafah yang terkenal. Beliau pernah menulis
sebuah buku berjudul al-Najah yang membicarakan persoalan
falsafah. Pemikiran falsafah Ibnu Sina banyak dipengaruhi oleh
aliran falsafah al-Farabi yang telah menghidupkan pemikiran
Aristoteles. Oleh sebab itu, pandangan pengobatan Ibnu Sina turut
dipengaruhi oleh asas dan teori pengobatan Yunani khususnya Hippocrates.
Pengobatan Yunani berasaskan teori empat unsur yang dinamakan humours
iaitu darah, lendir (phlegm), hempedu kuning (yellow bile), dan hempedu
hitam (black bile). Menurut teori ini, kesehatan seseorang
mempunyai hubungan dengan campuran keempat-empat unsur tersebut.
Keempat-empat unsur itu harus berada pada kadar yang seimbang dan
apabila keseimbangan ini terganggu maka seseorang akan mendapat
penyakit.
Setiap individu dikatakan mempunyai formula keseimbangan yang
berlainan. Meskipun teori itu didapati tidak tepat tetapi telah
meletakkan satu landasan kokoh kepada dunia pengobatan untuk
mengenal pasti puncak penyakit yang menjangkiti manusia. Ibnu
Sina telah menapis teori-teori kosmogoni Yunani ini dan
mengislamkannya.
Ibnu Sina percaya bahawa setiap tubuh manusia terdiri daripada empat
unsur iaitu tanah, air, api, dan angin. Keempat-empat unsur ini
memberikan sifat lembab, sejuk, panas, dan kering serta sentiasa
bergantung kepada unsur lain yang terdapat dalam alam ini. Ibnu Sina
percaya bahwa terdapat pertahanan alami dalam tubuh manusia untuk
melawan penyakit. Jadi, selain keseimbangan unsur-unsur yang
dinyatakan itu, manusia juga memerlukan ketahanan yang kuat dalam tubuh
bagi mengekalkan kesehatan dan proses penyembuhan.
Pengaruh pemikiran Yunani bukan sahaja dapat dilihat dalam pandangan
Ibnu Sina mengenai kesehatan dan pengobatan, tetapi juga bidang
falsafah. Ibnu Sina berpendapat bahwa matematika bisa digunakan untuk
mengenal Tuhan. Pandangan seumpama itu pernah dikemukakan oleh
ahli falsafah Yunani seperti Pythagoras untuk menguraikan
mengenai sesuatu kejadian. Bagi Pythagoras, sesuatu benda
mempunyai angka-angka dan angka itu berkuasa di alam ini. Berdasarkan
pandangan itu, maka Imam al-Ghazali telah menyifatkan pahaman Ibnu Sina
sebagai suatu kesesatan dan lebih merusak daripada kepercayaan Yahudi
dan Nasrani.
Sebenarnya, Ibnu Sina tidak pernah menolak kekuasaan Tuhan. Dalam buku AnNajah, Ibnu Sina telah menyatakan bahwa pencipta yang dinamakan sebagai “Wajib al-Wujud”
ialah satu. Dia tidak berbentuk dan tidak terbagi. Menurut Ibnu Sina,
segala maujud (mumkin al-wujud) bersumber dari “Wajib al-Wujud” yang
tidak memiliki permulaan.
Pemikiran falsafah dan konsep ketuhanannya telah ditulis oleh Ibnu Sina dalam bab “Hikmah Ilahiyyah” dalam pasal “Tentang adanya susunan akal, jiwa langit, dan benda angkasa.
Pemikiran Ibnu Sina ini telah rnencetuskan kontroversi dan telah
disifatkan sebagai satu percabaan untuk membahas zat Allah. Al-Ghazali
telah menulis sebuah buku yang berjudul Tahafat al’Falasifah yang membahas pemikiran Ibnu Sina dan al-Farabi.
Di antara sanggahan yang diutarakan oleh al-Ghazali ialah
penyangkalan terhadap kepercayaan dalam keabadian planet bumi,
penyangkalan terhadap penafian Ibnu Sina dan al-Farabi mengenai
kebangkitan jasad manusia dengan perasaan kebahagiaan dan
kesengsaraan di surga atau neraka.
Walau apa pun pandangan yang dikemukakan, sumbangan Ibnu
Sina dalam perkembangan falsafah Islam tidak mungkin dapat dinafikan.
Bahkan beliau boleh dianggap sebagai orang yang bertanggungjawab
menyusun falsafah dan sains dalam Islam. Sesungguhnya, Ibnu Sina tidak
saja unggul dalam bidang pengobatan tetapi kehebatan dalam bidang
falsafah mengatasi gurunya sendiri iaitu al-Farabi.
Oksigen
adalah suatu gas yang merupakan unsur vital dalam proses metabolisme
seluruh sel tubuh. Adanya kekurangan oksigen, dapat menyebabkan kematian
jaringan dan mengancam kehidupan seseorang. Tetapi tidak banyak orang
yang tahu, selain dalam proses pernafasan dan metabolisme, oksigen juga
memiliki peran dalam pembentukan kolagen dan perbaikan jaringan sehingga
pemberian oksigen yang tepat dapat membantu dalam proses penyembuhan
luka maupun dalam proses anti penuaan.
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT = Hyperbaric Oxygen Therapy) merupakan
suatu bentuk terapi dengan cara memberikan 100% oksigen kepada pasien
dalam suatu hyperbaric chamber/ ruangan hiperbarik yaitu suatu ruangan
yang memiliki tekanan lebih dari udara atmosfir normal (1 atm atau 760
mmHg). Dalam kondisi normal, oksigen dibawa oleh sel darah merah ke
seluruh tubuh. Tekanan udara yang tinggi, akan menyebabkan jumlah
oksigen yang dibawa oleh sel darah merah meningkat hingga 400%.
HBOT sebenarnya bukanlah merupakan hal baru. Metode ini sudah ditemukan
oleh Behnke sejak tahun 1930 untuk mengatasi penyakit dekompresi
(DeCompresion syndrome), yaitu suatu penyakit yang dialami oleh penyelam
atau pekerja tambang bawah tanah akibat penurunan tekanan saat naik ke
permukaan secara mendadak. Di Indonesia, pemanfaatan HBOT pertama kali
dilakukan oleh Lakesia pada tahun 1960 yang bekerja sama dengan RSAL
dr.Ramelan, Surabaya.
Dua efek penting yang mendasari pemanfaatan HBOT adalah:
1. Efek mekanik yang disebabkan oleh peningkatan tekanan lingkungan
sehingga menurunkan volume gelembung gas atau udara seperti pada terapi
penderita dekompresiakibat kecelakaan kerja penyelaman;
2. Efek peningkatan tekanan parsial oksigen dalam darah dan jaringan
akan memberikan efek terapeutik seperti bakteriostatik pada infeksi
kuman anaerob, detoksifikasi pada keracunan karbon monoksida,
reoksigenasi pada kasus iskemia akut, crush injury, compartment
syndrome, maupun kasus iskemia kronis, luka yang tidak sembuh, nekrosis
radiasi, skin graft preparation, dan luka bakar. Bahkan saat ini
pemanfaatan HBOT semakin meluas, dan telah digunakan sebagai terapi
kebugaran tubuh serta kecantikan.
Proses HBOT tergolong sederhana. Diawali dengan konsultasi oleh dokter
dan pemeriksaan fisik untuk menentukan ada tidaknya kontraindikasi
absolut seperti pneumotoraks, maupun kontraindikasi relatif seperti
asma, klaustrofobia (takut ruangan sempit), penyakit paru obstruktif
kronik, disfungsi tuba eustachius, demam tinggi, kehamilan, dan infeksi
saluran napas atas.
Setelah dipastikan pasien tidak memiliki kontraindikasi HBOT, pasien
akan dibawa masuk dalam suatu ruangan hiperbarik. Ada 2 jenis ruangan
yaitu ruangan multipel yang dapat digunakan bersamaan dengan pasien
lainnya, dan ruangan single yang hanya dapat digunakan oleh 1 pasien
saja. Tidak perlu penggunaan masker maupun sarung tangan dalam ruangan,
kecuali pada kasus keracunan karbonmonoksida. Di dalam ruangan pasien
dapat melakukan aktivitas seperti membaca dan mendengarkan musik. Dosis
dan lamanya HBOT disesuaikan dengan kondisi jaringan dan indikasi
dilakukannya HBOT. Sebagai contoh, HBOT untuk perawatan luka dilakukan
sebanyak 10 sesi perawatan, setiap sesi memakan waktu 90 hingga 120
menit.
Prosedur pemberian HBOT yang dilakukan pada tekanan 2 – 3 ATA
(Atmosphere Absolute) dengan pemberian O2 intermitten akan mencegah
keracunan O2 dan memberikan efek samping seminimal mungkin. Efek samping
yang ditimbulkan biasanya berupa mual, kedutan pada otot wajah dan
perifer, maupun kejang.
Saat ini di Singapura, HBOT merupakan terapi yang sangat populer dalam
penyembuhan luka, karena bersifat noninvasif dan ketidaknyamanan yang
dirasakan pasien hanya minim. Ini menjadi sangat sesuai bagi siapa saja,
tua maupun muda.
Di Indonesia telah tersedia pula fasilitas HBOT, diantaranya adalah di
RS PT Arun Aceh, RSAL dr. Midyatos Tanjung Pinang, RSAL dr.Mintohardjo
Jakarta , RS.Omni Jakarta, RS Pertamina Cilacap, RSAL Halong Ambarawa,
RSP Balikpapan, RSU Makasar, RSU Manado, Lakesia TNI AL Surabaya, RSU
Sanglah Denpasar, RSAL Halong Ambon, dan RS Petromer Sorong.
Konsep sehat
dan kesehatan merupakan dua hal yang hampir sama tapi berbeda. Konsep sehat
menurut Parkins (1938) adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk
dan fungsi tubuh dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya.Sementara
menurut White (1977), sehat adalah suatu keadaan di mana seseorang pada waktu
diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu
penyakit dan kelainan.
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pun mengembangkan defenisi tentang sehat.Pada sebuah
publikasi WHO tahun 1957, konsep sehat didefenisikan sebagai suatu keadaan dan
kualitas dari organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor
keturunan dan lingkungan yang dimiliki.Sementara konsep WHO tahun 1974,
menyebutkan Sehat adalah keadaan sempurna dari fisik, mental, sosial, tidak
hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sementara Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai
ketahanan “jasmaniah, ruhaniyah dan sosial” yang dimiliki manusia sebagai
karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya, dan
memelihara serta mengembangkannya.
Kesehatan Islam
Konsep
tersebut ditinjau dari perspektif Islam yang mengacu dalam kitab suci Al Quran.Islam
sangat memperhatikan kondisi kesehatan sehingga dalam Al Quran dan Hadits
ditemui banyak referensi tentang sehat.Misalnya Hadits Bukhari yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda.“Dua nikmat yang
sering tidak diperhatikan oleh kebanyakan manusia yaitu kesehatan dan waktu
luang.”
Kosa kata
“sehat wal afiat” dalam Bahasa Indonesia mengacu pada kondisi ragawi dan
bagian-bagiannya yang terbebas dari virus penyakit.Sehat Wal Afiat ini dapat
diartikan sebagai kesehatan pada segi fisik, segi mental maupun kesehatan
masyarakat.
Menurut Dian
Mohammad Anwar dari Foskos Kesweis (Forum Komunikasi dan Studi Kesehatan Jiwa
Islami Indonesia), pengertian kesehatan dalam Islam lebih merujuk kepada
pengertian yang terkandung dalam kata afiat. Konsep Sehat dan Afiat itu
mempunyai makna yang berbeda kendati tak jarang hanya disebut dengan salah
satunya, karena masing-masing kata tersebut dapat mewakili makna yang
terkandung dalam kata yang tidak disebut.Dalam kamus bahasa arab sehat
diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan dan afiat diartikan
sebagai perlindungan Allah SWT untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan
tipudaya. Perlindungan Allah itu sudah barang tentu tidak dapat diperoleh
secara sempurna kecuali bagi orang-orang yang mematuhi petunjuk-Nya.Dengan
demikian makna afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia
sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Sesuai
dengan Sunnah Nabi inilah maka umat Islam diajarkan untuk senantiasa mensyukuri
nikmat kesehatan yang diberikan oleh Allah SWT.Bahkan bisa dikatakan Kesehatan
adalah nikmat Allah SWT yang terbesar yang harus diterima manusia dengan rasa
syukur.Bentuk syukur terhadap nikmat Allah karena telah diberi nikmat kesehatan
adalah senantiasa menjaga kesehatan. Firman Allah dalam Al Quran, “Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Surah Ibrahim
[14]:7).
Sebagai
seorang Muslim, keyakinan atas kondisi sehat seseorang terkait takdir pula.
Meski sudah berperilaku sehat, apabila Allah mentakdirkan ia sakit maka
seseorang akan menderita kesakitan. Apabila seseorang ditakdirkan oleh Allah
untuk sehat maka sehatlah ia. Janji Allah SWT dalam Surah Asy Syu’araa’ [26]:
78 – 82: “(Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan Aku, Maka Dialah yang menunjuki
Aku. Dan Tuhanku, yang Dia memberi Makan dan minum kepadaKu. Dan apabila aku
sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku. Dan yang akan mematikan Aku, kemudian akan
menghidupkan aku (kembali). Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni
kesalahanku pada hari kiamat”.
Sedangkan
berdasarkan Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir dari Nabi SAW bersabda: Setiap
penyakit pasti ada obatnya, apabila obatnya itu digunakan untuk mengobatinya,
maka dapat memperoleh kesembuhan atas izin Allah SWT (HR. Muslim).
Bahkan Allah SWT tidak akan menurunkan penyakit kecuali juga menurunkan
obatnya, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA dari
Nabi SAW bersabda: Allah SWT tidak menurunkan sakit, kecuali juga menurunkan
obatnya (HR Bukhari).
Terkait
dengan takdir, didalam Al Quran dikisahkan tentang Nabi Ayub yang ditimpa
serangan penyakit pada hampir seluruh organ tubuhnya.Bagian tubuh yang tersisa
dari serangan penyakit ketika itu adalah lidah dan hatinya.Pada saat terkena
penyakit, Nabi Ayub pun kehilangan anak-anaknya dan harta benda yang
dimilikinya sehingga menambah berat penderitaannya. Dengan lidah dan hati yang
tersisa, seakan Allah SWT memberi jalan kepada Nabi Ayub untuk berzikir dengan
lidahnya dan berdoa dalam hati memohon doa agar diridhoi untuk hidup sehat
kembali. Akhirnya, dikisahkan Nabi Ayub pun sembuh seperti sediakala dan harta
beserta keluarganya dikembalikan.
Kisah Nabi
Ayub dalam Al Quran terdapat pada Surah Al Anbiyaa’ [21]:83-84, “Dan (ingatlah
kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah
ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua
Penyayang”. Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan
penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami
lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk
menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.
KONSEP SEHAT
Nabi Muhammad SAW lewat sunnahnya memberi perhatian yang serius terhadap
kesehatan manusia.Sunnah Nabi menganggap keselamatan dan kesehatan sebagai
nikmat Allah yang terbesar yang harus diterima dengan rasa syukur.
Firman Allah dalam Al Quran
Surah Ibrahim [14]:7
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Bentuk syukur terhadap nikmat
Allah melalui kesehatan ini adalah senantiasa menjaga kesehatan sesuai dengan
sunnatullah.
Rasulullah bersabda.“Dua nikmat
yang sering tidak diperhatikan oleh kebanyaka manusia yaitu kesehatan dan waktu
luang.” (HR. Bukhari yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas)
Konsep
· Health for all (sehat untuk
semua)
· Back to nature (kembali ke
alam).
Sehat dan sakit adalah dua bagian kehidupan manusia yang saling bertentangan
serta tidak bisa kita hindari, karena keduanya memang merupakan bagian dari
sunnatullah yang menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Allah
menyatakan, "Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu
menyadari kebesaran Allah,( Surah Al-Dzariyat ayat 49).
A. Konsep Hidup Sehat
Sehat
(Arab"Al-shihah”), dalam Islam bukan hanya merupakan sesuatu yang
berhubungan dengan masalah fisik (jasmani), melainkan juga menyangkut psikis
(jiwa).
Karena itulah mengapa Islam memperkenalkan konsepsi al-Shihhah wa al-afiyat
(lazim diucapkan sehat wal'afiat).
Maksud dari konsep itu yakni suatu kondisi sehat di mana seseorang mengalami
kesehatan yang paripurna, jasmani, dan rohani atau fisik dan psikis. Jika makna
sehat seluruhnya berhubungan dengan masalah fisik-ragawi, maka makna al-afiat
ialah segala bentuk perlindungan Allah SWT untuk hamba-Nya dari segala macam
tipu daya.Atau, menurut istilah Quraish Shihab ialah berfungsi bagi seluruh
anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan pencipta-Nya.
B.Penerapan Pola Hidup Sehat
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana cara menerapkan pola hidup sehat itu di
dalam kehidupan kita masing-masing, berikut ini dapat kita ikuti beberapa
terapi yang diajarkan oleh Islam kepada umat manusia:
Pertama, senantiasa memelihara kebersihan dzahir dan bathin. Kebersihan adalah
pangkal kesehatan, Nabi Muhammad saw. pernah bersabda: Al-nadhafatu min al-iman
(kebersihan itu sebagian dari iman). Yang paling esensial dari kebersihan diri
itu adalah kebersihan hati, jiwa (qalb), dan pikiran (aql). Dalam berbagai
kenyataan, kita sering menemukan ada saja di antara orang yang mudah berburuk
sangka (su'udzan) atau suka curiga kepada orang lain. Bahkan ada yang sampai
berburuk sangka kepada Allah, Na'udzu bi Allah min dzalik.
Dari lubuk hati yang bersih serta akal yang sehat, seseorang akan memperoleh
kesehatan yang sempurna. Bukankah banyak orang yang mengalami gangguan
kesehatan disebabkan oleh faktor tidak sehatnya kedua hal tersebut?Maka, tidak
mengherankan jika para dokter menyarankan setiap pasiennya yang mengalami stres
(ketegangan) untuk hidup secara teratur, mengurangi, bahkan tidak membebani
diri dengan pikiran dan perasaan yang berat-berat.
Saran seperti itu, sebenarnya telah kita kenal sejak lama melalui konsepsi,
al-'aql al-salim fi al-jism al-salim (akal yang sehat akan membuahkan jiwa yang
sehat pula).
Di dalam banyak ayat Alquran, Allah mengisyaratkan betapa urgensnya kita
memelihara kebersihan hati dan jiwa itu. Misal, firman-Nya, ”Dan barang siapa
yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk hatinya” ( TQS
Al-Tagabun 64:11). Hati yang tidak bersih akan sulit sekali untuk menerima
petunjuk-petunjuk Allah, dan itu merupakan penyakit yang amat berbahaya.
Untuk menjaga kebersihan hati sekaligus menghindarkan dari hal seperti itu,
maka Allah mengajari kita selalu bermohon kepada-Nya: “Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk
kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena
sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi Karunia (TQS Ali 'Imran ayat 8).
Ke-dua, hendaknya kita mencari nafkah yang halal dan thayyib, kemudian
mengonsumsinya pula secara yang halal dan baik.Nafkah yang halal bukanlah
sesuatu yang semata-mata berhubungan dengan hasil jerih payah pekerjaan
seseorang, melainkan juga berhubungan dari mana sumber dan dari mana kita
memperolehnya.Sebab dalam banyak kenyataan, seringkali ada di antara kita
berpikir "yang penting uang” tidak terpikirkan bagaimana dan apa akibat
spiritualnya pernyataan seperti itu.
Mengenai petunjuk kehalalan dan kebaikan sesuatu yang hendak kita konsumsi itu,
antara lain Allah mengisyaratkan bahwa: “Wahai sekalian manusia, makanlah yang
halal lagi baik dari apa saja yang terdapat di bumi, dan janganlah kita
mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh
yang nyata bagimu” (TQS Al-Baqarah ayat 68). Sebagai contoh, daging yang baik
untuk dikonsumsi antara lain dilihat dan ditentukan pula dari bagaimana proses
penyembelihannya, apakah sesuai dengan ajaran Allah atau tidak (Alquran Surah Al-Maidah
ayat 5).
Ketiga, memohon perlindungan dan kesehatan kepada Allah atas apa yang kita
konsumsi. Setiap kali memulai kegiatan makan atau minum secara proporsional
"makan dan minumlah, dan janganlah berlebihan.Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebihan", demikian peringatan dari Allah swt.
Kemudian, dahuluilah dengan permohonan kepada Allah, semoga apa yang hendak
kita konsumsi itu, dijauhkan dari berbagai macam penyakit melainkan sebaliknya
akan mendatangkan kesegaran dan kebugaran tubuh. Sebab pada dasarnya makan
serta minum itu, bertujuan untuk menyehatkan tubuh dan mengganti sel-sel yang
diperlukan oleh setiap organ tubuh.
Hakikat rezeki yang kita peroleh dan konsumsi itu dari Allah juga.Karenanya,
pedoman dalam menciptakan pola konsumsi itu, misalnya Allah menyatakan harus
proporsional (Alquran surah Al-A'raf ayat 31). Demikian pula Nabi Muhammad saw.
memberi isyarat dan contoh untuk itu, misalnya, Makanlah pada saat lapar dan
berhentilah sebelum kenyang.
Memang pola konsumsi masyarakat kita selama ini masih pada taraf makan untuk
sekadar kenyang bukan untuk kesehatan.Kita makan tidak beraturan waktunya, dan
lain-lain. Padahal kalau kita telusuri soal ini, maka dalam salah satu hadis
Nabi Muhammad saw. riwayat Muslim dinyatakan, "Perut itu adalah tempatnya
bersarang penyakit dan pengaturan makanan adalah obat utama. Maka, pantaslah
jika kemudian beliau sering kali melaksanakan ibadah puasa sunah, yang
selanjutnya perlu kita teladani, terutama setiap hari Senin dan Kamis.
Keempat, memelihara keteraturan hidup. Seringkali ada orang yang mudah terkena
penyakit, karena penyebabnya ia tidak memiliki disiplin diri terhadap makan,
tidur, istirahat, bekerja dan berolahraga. Umumnya masyarakat kita masih lebih
mengutamakan tampilan lahiriah daripada pemenuhan gizi makanan dan kalau sudah
sibuk bekerja sampai lupa jadwal makan.
Akibatnya lambung dan usus terganggu, maag, kekurangan gizi, dan
sebagainya.Nanti memeriksakan kesehatannya pada waktu sakit.Padahal Islam
menerapkan suatu perinsip al-wiqayat khayr mi al-ilaj (pencegahan lebih baik
dari mengobati).
Kelima, perbanyak mengonsumsi buah-buahan, sayuran yang segar, serta sering
meminum madu. Buah-buahan sering diibaratkan Allah SWT dengan "makanan
surga".Mengapa?Dalam ayat ditemukan misalnya Allah menyatakan, "Dan
Kami jadikan kepadanya kebun-kebun kurma dan anggur dan pancarkan padanya
beberapa mata air, supaya mereka makan dari buahnya, dan dari apa yang
diusahakan oleh tangan mereka.Maka mengapakah mereka tidak bersyukur (TQS Yaasin
ayat 1-3).
Bahkan di dalam Al-Duhhan/44:55, Allah ta'ala berfirman, "Di
dalamnya mereka meminta segala macam buah-buahan dengan aman (dari segala
kekhawatiran)."
Adapun madu, Allah menyatakan pula secara eksplisit bahwa madu itu adalah syifa
(obat). Firman-Nya: “Kemudian makanlah dari (tiap-tiap macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu
keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada apa yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang yang mau memikirkan.
(TQS An-Nahl ayat 69).
Keenam, hendaknya kita sering membaca dan mengikuti ajaran Alquran.Membaca
Alquran adalah bagian dari zikir kepada Allah, sedangkan zikir mendatangkan
ketenangan jiwa."Sesungguhnya dengan mengingat Allah, jiwa akan memperoleh
ketenangan." (Alquran surah Al-Ra'd ayat 28, Alquran Surah Yunus ayat 57).
Namun dalam banyak hal, terkadang manusia baru menjadikan Alquran sebagai
barang antik sehingga jarang disentuh apalagi untuk ditelaah isinya.Padahal
kalam Allah itu adalah hudan (petunjuk) bagi hidup dan kehidupan umat
manusia.Salah satu fungsinya, Alquran sebagai obat yang mujarab untuk mengobati
penyakit, terutama kejiwaan seseorang yang dilanda rasa gundah gulana.
Kiranya dapat kita pahami bahwa secara umum Allah swt telah menyatakan bahwa
semua penyakit ada obatnya.Seperti tersurat melalui pernyataan Nabi Ibrahim
as.Bahwa, "Apabila aku (Ibrahim as) sakit, Dialah yang menyembuhkan
aku" (TQS As-Syu'ara ayat 80).
Demikian halnya dengan penjelasan Rasulullah saw. bahwa, "Berobatlah,
karena tiadalah suatu penyakit yang diturunkan Allah, kecuali diturunkan pula
obat penangkalnya selain satu penyakit, yaitu ketuaan".
C. Tentang Semboyan “Dalam Tubuh yang Sehat tedapat Jiwa yang
Sehat” Mensana incorpore sano; Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang.
Semboyan ini sangat terkenal, sehingga banyak orang yang percaya begitu saja
padanya, tanpa disertai sikap kritis sama sekali. Apakah setiap orang yang
memiliki fisik yang baik dan sehat, otomatis jiwanya menjadi baik dan sehat
pula?
Tidak ada penjelasan ilmiah sama sekali yang mendukung “kebenaran” semboyan
ini. Justru banyak orang yang berfisik sehat dan kuat, namun jiwa mereka kotor
(suka iri, dengki, pendendam, dan sebagainya), atau hidup mereka penuh dengan
kegiatan maksiat. Dalam buku postmodernisme, di sana disebutkan bahwa falsafah
Yunani saat ini demikian merasuki budaya hampir seluruh umat manusia. Dalam
falsafah Yunani, unsur fisik manusia menempati posisi yang amat terhormat,
bahkan lebih terhormat dari unsur spiritual.
Kita bisa mengumpulkan sejumlah fakta mengenai hal ini.Olimpiade (pesta
olahraga sedunia) misalnya, berasal dari budaya Yunani.Stadion olahraga dan gymnasium
pun berakar dari budaya Yunani.Kini, implementasi budaya Yunani ini dapat kita
saksikan dari maraknya kegiatan kontes kecantikan, pemberian gelar “Pahlawan
Bangsa” bagi para olahragawan yang berprestasi, dan masih banyak lagi.
Memang, Islam sama sekali tidak anti olahraga. Setiap orang tentu senang jika
memiliki tubuh yang sehat, kuat, tak mudah terserang penyakit.Namun janganlah
faktor fisik terlalu diagung-agungkan, seolah-olah tak ada yang lebih penting
di dunia ini ketimbang kesehatan, keindahan, dan kekuatan fisik.Kita perlu
menjaga kesehatan dan kekuatan fisik, yang tujuannya agar aktivitas ibadah kita
semakin lancar. Jadi kita berolah raga pun diniatkan untuk ibadah
Orang yang selalu tawakal, berpikiran positif, dan selalu menjaga kesucian hatinya,
Insya Allah pikirannya akan tenang, aliran darahnya lancar, dan jantungnya
berdetak dengan normal. Sementara orang yang suka negative thinking, pendendam,
iri, gampang emosi, jantungnya sering berdebar-debar, maka perasaannya jadi
gelisah, dan metabolisme tubuhnya menjadi tidak teratur. Kondisi ini merupakan
lahan subur bagi berkembangnya berbagai jenis penyakit.Kalau mau bukti, coba
rasakan bagaimana kondisi tubuh Anda ketika Anda marah atau membenci
seseorang.Rasakan bagaimana debaran jantung dan aliran darah Anda.Coba
bandingkan dengan situasi ketika Anda tenang, tawakal, dan bersabar.
Jadi jelas bahwa kesehatan jiwalah yang bisa berpengaruh terhadap kesehatan
fisik (bukan sebaliknya, sebagaimana tercermin pada semboyan Yunani Kuno di
atas).Memang, jiwa yang sehat tidak bisa menjamin seratus persen bahwa fisik
kita pun akan selalu sehat. Punya pikiran sehat tapi makanannya mengandung
banyak kuman, dan rumah kotor tidak terawat, ya tetap saja tidak sehat.Tapi
setidaknya, dengan menjaga kesehatan dan kesucian jiwa kita, Insya Allah dapat
membantu meningkatkan kesehatan dan kekuatan fisik kita.
KESIMPULAN
Dengan menerapkan konsep hidup sehat menurut Islam ini, kita mampu
menjadikannya sebagai pedoman dan terapi dalam upaya bersama untuk menyehatkan
lingkungan.
Selain itu, juga untuk mempertahankan kesehatan diri dan meningkatkan kualitas
hidup pribadi secara sempurna, sebagai bagian integral dari upaya menyehatkan
bangsa menyongsong persaingan kualitas manusia pada abad ke-21 ini. Karena,
bukanlah bangsa yang sehat dan kuat akan kita peroleh dari kesehatan dan
kekuatan individu-individu anggota masyarakatnya sendiri.
Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan
No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan
badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas
dari penyakit, cacat,
dan kelemahan. Pengertian sehat tersebut sejalan dengan pengertian sehat menurut
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1975 sebagai berikut: Sehat adalah suatu kondisi
yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan sosial.
Batasan kesehatan tersebut di atas sekarang telah
diperbaharui bila batasan kesehatan yang terdahulu itu hanya mencakup tiga
dimensi atau aspek, yakni: fisik, mental, dan sosial, maka dalam Undang-
Undang N0. 23 Tahun 1992, kesehatan mencakup 4 aspek, yakni: fisik
(badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Batasan kesehatan tersebut
diilhami oleh batasan kesehatan menurut WHO yang paling baru. Pengertian
kesehatan saat ini memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan batasan
sebelumnya. Hal ini berarti bahwa kesehatan
seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja,
tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau
menghasilkan sesuatu secara
Itulah sebabnya, maka kesehatan bersifat menyeluruh
mengandung keempat aspek. Perwujudan dari masing-masing aspek tersebut dalam
kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:
1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang
tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara
objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak
mengalami gangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3
komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
• Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau
jalan pikiran.
• Emosional sehat tercermin dari kemampuan
seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir,
sedih dan sebagainya.
• Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang
dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap
sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam).
Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah
keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang
dianutnya.
3. Kesehatan sosial terwujud apabila
seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik,
tanpa membedakan ras, suku, agamaatau kepercayan, status sosial, ekonomi,
politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4. Kesehatandari
aspek ekonomiterlihat bila seseorang (dewasa)
produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat
menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi
mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan),
dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok
tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan
yang berguna bagi kehidupanmereka nanti, misalnya
berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial,
keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam
musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan
“jasmaniah, ruhaniyah dan sosial” yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah
yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya, dan memelihara serta
mengembangkannya.
Islam sangat memperhatikan kondisi
kesehatan sehingga dalam Al Quran dan Hadits ditemui banyak referensi tentang
sehat.Misalnya Hadits Bukhari yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah
bersabda.“Dua nikmat yang sering tidak diperhatikan oleh kebanyakan manusia
yaitu kesehatan dan waktu luang.”
Sehat secara fisik dapat diartikan
bahwa seluruh komponen tubuh manusia mampu menjalankan fungsinya dengan optimal
(seimbang).Keseimbangan merupakan sunatullah alam semesta. Allah berfirman:
Maha suci Allah yang di
tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian
pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak
menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam Keadaan payah. (QS 67: 1
– 4)
(Dialah Allah) yang telah
menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan
tubuh)mu seimbang, (QS. 82: 7)